BRT di depan Mall Panakukkang |
Bus Rapid Transit (BRT) adalah
moda transportasi massal yang tergolong baru di Kota Makassar, dirilis sejak
2014 lalu. Kalo Jakarta sana punya Trans Jakarta, nah di Makassar ada BRT. Saya sendiri sebagai penduduk kota
ini baru sempat mencoba alat transportasi tersebut beberapa waktu lalu. Yaa harus
diakui, BRT memang belum populer bagi masyarakat Makassar. Secara umum, warga
kota lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi atau angkutan kota (angkot)
yang istilah lokalnya “pete-pete”.
Pertama kali menjajal BRT, saya
mendatangi halte terdekat dari tempat tinggal saya. Halte tersebut tampak
sunyi, hanya ada 2 petugas sedang berjaga. Ketika saya datang, saya pikir calon penumpang langsung membeli karcis di loket yang tersedia. Ternyata karcis diberikan
setelah penumpang naik di atas bus. Oh, okelah... No problemo.
Jadilah saya menunggu BRT sambil mengamati kiri-kanan. Tak lama berselang, muncul seorang ibu dan anaknya, kayaknya ibu
itu mau mengantar anaknya ke sekolah. Terakhir, yang nongol adalah seorang
mahasiswa. Jadi kesimpulannya adalah, dari halte tersebut hanya kami berempat
calon penumpang BRT. Dan ketika busnya datang, kami segera naik. Wah wah wah...
di dalam juga penumpang tidak banyak, ditambah kami yang baru naik totalnya
mungkin tidak cukup 10 orang.
Melajulah BRT dengan mulus
di jalan beraspal, sesekali mampir di
halte. Ngomong-ngomong, seriusan ya, naik BRT itu nyaman sekali. Sejuuukk... Dan saking
nyamannya perjalanan yang biasanya terasa jauh malah jadi lebih dekat.
suasana BRT pas weekdays; sepi |
Berdasarkan pengalaman indah naik
BRT itulah, kemudian saya mengajak teman untuk mencobanya. Hari Minggu akhirnya
kami sepakat ke Mall Panakukkang dengan menumpang BRT. Ternyata oh ternyata,
BRT jauh lebih ramai dan berdesakkan di hari weekend. Kelihatannya, hal ini dikarenakan BRT melalui pusat-pusat
perbelanjaan besar di Makassar, yaa daripada gonta-ganti naik pete-pete memang
mendingan naik BRT, lebih nyaman dan hemat.
Keberadaan angkutan massal
seperti BRT memang penting bagi sebuah kota metropolitan. Makassar yang
pertumbuhan dan perkembangannya tergolong cepat sudah selayaknya menyediakan
alat transportasi massal yang memadai untuk menunjang laju di sektor ekonomi. Apalagi,
dengan menilik jalan sepanjang kota yang sudah semakin padat dan seringnya
terjadi kemacetan. Sebelum penyakit jalan macet ini menjadi kronis dan
mengerikan layaknya di Ibukota Jakarta, Makassar harus sigap mengambil langkah
strategis mencegah keadaannya memburuk. Jangan sampai, kita harus menempuh
perjalanan sekian jam hanya untuk jarak yang sebenarnya sangat dekat. Bukannya hal
ini sangat tidak efektif dan efisien jika dipandang dari segi produktivitas?
Beralih ke transportasi massal
selain dapat mengurai kemacetan juga untuk mengurangi tingkat polusi udara.
Bayangkan yaa, betapa kotornya udara yang kita hirup akibat tingginya mobilitas
kendaraan bermotor. Dengan demikian, sebenarnya peralihan ini juga mengurangi
penggunaan energi bahan bakar.
Karena berbagai alasan mendasar
itulah seharunya pemerintah mulai fokus dalam perencanaan dan pengembangan
transportasi massal. Menurut saya pribadi, keberadaan BRT masih kurang
sosialisasi. Banyak masyarakat yang tidak tahu akan eksistensi si BRT ini,
terutama jalur-jalur mana saja yang dilewati. Hal yang kedua, armada bus masih
belum begitu memadai. Well, sebagai orang awam yang tidak paham peta percaturan
politik dan kebijakan ekonomi (jiaakh), saya sih menganggap ini masalah keterbatasan
anggaran. Tapi, so far so good lah...
Setidaknya kita sudah memulai.
Selanjutnya tinggal disempurnakan. Lalu tugas kita sebagai warga kota yang baik
adalah... mulai kenalan sama BRT. Kenapa? Karena tak kenal maka tak sayang,
hahahha. Yaa paling tidak mari kita berhitung, kalo naik BRT lebih endesss karena ber-AC. Terus, lebih
hemat untuk tujuan-tujuan tertentu yang harus ditempuh dengan berkali-kali naik
angkot. Bagi yang punya mobil juga bolehlah sekali-kali merakyat sekaligus
menghemat uang bensin, hehheh. Karena sejatinya, negara yang maju dan kaya itu
bukan dilihat dari banyaknya masyarakat bermobil, tapi dari penggunaan transportasi
massalnya. Jepang dan Singapura contohnya, kan?
Komentar
Posting Komentar