Jika
kita bertanya kepada masyarakat awam apa itu posyandu, kebanyakan orang akan
menjawab bahwa posyandu adalah tempat untuk menimbang bayi dan balita, atau
tempat memperoleh imunisasi. Padahal, fungsi posyandu tidak hanya sebatas
timbang-menimbang, tetapi lebih dari itu posyandu merupakan suatu wadah yang
memberdayakan masyarakat melalui berbagai kegiatan dalam upaya meningkatkan
kesehatan ibu dan anak. Menurut Depkes, tujuan utama diadakan posyandu ialah
untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi
(AKB). Namun bagaimana pun, persepsi masyarakat terhadap posyandu selama ini
tidak bisa serta-merta disalahkan karena yang terjadi di lapangan memang
demikian adanya, peran posyandu belum optimal.
pict: |
Selama
ini, yang terjadi di sebagian besar posyandu adalah setelah penimbangan bayi dilakukan,
kemudian hasilnya dicatat di buku KMS (Kartu Menuju Sehat). Sesudah itu, tidak
ada tindakan lebih lanjut kepada para ibu tentang bagaimana mengatasi berat
badan anak yang menurun atau statis, misalnya. Kenyataan ini menunjukkan bahwa
kegiatan konseling di posyandu memang belum dipandang penting. Padahal kalau
kita mau serius “menggarap” konseling gizi di lingkungan posyandu, masalah gizi
pada ibu dan anak bisa berkurang secara nyata karena melalui konseling kita
bisa memahami akar masalah.
Konseling
gizi berbeda dengan penyuluhan karena biasanya dalam penyuluhan hanya terjadi
proses transfer informasi tanpa melibatkan aspek psikologis, sedangkan dalam
kegiatan konseling aspek psikologis klien harus diperhatikan untuk mempengaruhi
perubahan sikap dan perilaku. Namun perlu dicatat, tugas seorang konselor gizi
bukan untuk memaksakan suatu sikap/perilaku tertentu, melainkan membantu klien
untuk meningkatkan kesadarannya terhadap masalah gizi, memahami masalah, kemudian
menuntun mereka untuk mengambil sikap dan keputusan.
Konseling
gizi diperlukan sebab setiap ibu memiliki persepsi berbeda terhadap suatu
keadaan. Selain itu, mereka mungkin menghadapi kendala yang tidak sama antara
satu dan lainnya. Sebagai contoh, seorang ibu tahu bahwa anaknya menderita gizi
kurang sehingga anak tersebut harus mendapatkan tambahan intake. Tetapi masalahnya, si anak sangat sulit jika disuruh makan,
anak tersebut juga lebih sibuk bermain dan memang nafsu makannya kurang. Jika
begitu, apa yang harus dilakukan ibu? Dalam kasus berbeda, seorang ibu yang
anaknya menderita kurang gizi terkendala masalah pendapatan keluarga yang
rendah sehingga kecukupan gizi anaknya sulit dipenuhi. Maka bagaimana pula
seharusnya ibu tersebut bersikap? Dikarenakan adanya perbedaan kondisi inilah
sehingga diperlukan konselor gizi. Dengan demikian, dapat diperoleh solusi yang
tepat dan sesuai berdasarkan kebutuhan masing-masing klien (ibu).
Makassar,
25 September 2013
Komentar
Posting Komentar