Haihaiii... Welcome back! 😋😍
Kemarenan saya janji
mau cerita tentang anak-anak Jepang dan budaya membaca yes, sampe sekarang belum
terpenuhi karena saya belum dapat ilham untuk meneruskan outline tulisan yang
ada, hahhah.
Baiklah, sekarang izinkan saya cerita hal yang lain dulu, masih menyoal anak-anak
Jepang, based on my reading last night, and for more info yah silakan googling
sendiri. 😁😁
Kekalahan Jepang dari
Amerika pada perang dunia II, membuat Negeri Matahari Terbit ini menyadari
bahwa diperlukan usaha yang sungguh-sungguh untuk menyamai kemajuan bangsa Barat.
Ternyata, berakhirnya
perang menyadarkan pemerintah Jepang untuk memprioritaskan dua sektor utama
dalam pembangunan, yaitu sektor: PENDIDIKAN DAN KESEHATAN. Lalu bagaimana upaya
pemerintah agar fokus pada kedua sektor ini berjalan beriringan? Salah satunya
ialah menekankan pentingnya budaya makan sehat sebagai bagian dari peningkatan
derajat kesehatan. Jangan salah, Jepang berinvestasi besar hanya untuk
membangun mindset soal makan sehat ini. Bandingkan dengan negara kita, yang
kebanyakan melahirkan program “GAGAL” dan tidak sustainble (berkelanjutan). Lha
iya, program dirancang hanya “based on project” (ini istilah temen saya), sehingga ketika suatu proyek selesai, BYE! selesai sudah urusan kita. 😐
Kembali ke Jepang, maka
tidak mengherankan jika sebagian besar sekolah di sana mempunyai nutritionist (ahli gizi). Di samping
itu, lunch (makan siang) bersama di
kelas merupakan kebiasaan siswa sekolah dasar dan menengah tingkat pertama di
Jepang. Kegiatan ini tidak lain untuk menciptakan budaya makan sehat tadi
sekaligus sebagai upaya membangun hubungan yang lebih baik antara siswa dengan
sesama siswa maupun siswa dengan guru. Bagi orang Jepang, makan siang adalah
bagian dari pendidikan itu sendiri.
SHOKUIKU, Tradisi Jepang yang Kini Menjadi Program Utama
Tradisi makan siang
bersama sebenarnya sudah eksis sejak lama di Jepang, lebih dari 50 tahun lalu.
Namun, menjadi program wajib di semua sekolah negeri sejak sekitar tahun 2005
dengan sebutan “shokuiku”. Program ini merupakan bentuk pendidikan gizi yang
tujuannya ialah untuk membiasakan pola makan sehat sejak dini dengan
memanfaatkan pangan lokal yang terbukti menyehatkan.
Pendidikan tentang
makanan sehat dan bergizi diberikan sesuai retang usia. Untuk anak usia dini,
pengajaran yang diberikan meliputi contoh cara makan yang baik dan benar serta membiasakan
anak menikmati makanan serta tidak pilih-pilih makanan (picky eater). Untuk siswa kelas rendah, diajarkan mengenai
pentingnya zat gizi dalam makanan sehingga mereka bisa menerapkan pola makan
seimbang. Sementara itu, siswa kelas tinggi diberikan materi yang lebih
kompleks lagi yaitu penerapan pola makan seimbang, mengenali jenis-jenis
makanan yang menyehatkan tubuh, mengetahui berat badan ideal, dan makan dalam
porsi yang sesuai dengan berat badan dan tingkat aktivitasnya.
Seperti yang sudah disebutkan
di atas, bahwa kegiatan makan siang bersama tersebut dilakukan di dalam kelas
bersama teman-teman dan guru. Beberapa anak bertugas untuk membagikan makanan
yang sebelumnya telah disiapkan oleh pihak sekolah kepada teman-temannya.
Dengan cara ini, anak sekaligus dilatih bekerjasama dan bertanggung jawab,
sebab dalam praktiknya orang dewasa tidak dilibatkan secara langsung. Oh iya,
biasanya makan siang terdiri dari nasi, lauk seperti ikan, ayam, daging dsb
sebagai sumber utama protein, serta sayuran, sup, dan susu.
Shokuiku sebenarnya
juga merupakan bagian tak terpisahkan dari upaya pemerintah Jepang dalam
menurunkan angka kejadian obesitas dan kasus penyakit tidak menular (akibat
gaya hidup modern) seperti penyakit kardiovaskular dan kanker. Sebagai dampak
positif dari program ini, data dari pemerintah menyebutkan bahwa obesitas pada
anak-anak Jepang selalu menempati urutan terendah jika dibandingkan dengan
negara lain. Yeayy, prok prok prok...
That’s why, menurut WHO, rata-rata
usia harapan hidup orang Jepang ialah 83 tahun, lebih panjang dari
negara-negara lain.
Berbeda dengan Amerika
yang mana obesitas pada anak merupakan issue utama. Di negaranya Mr. Trump itu,
prevalensi obesitas meningkat 3 kali lipat selama 3 dekade belakangan, mennn... Katanya sih,
pantaslah orang Amrik pada kelebihan berat badan, makanan favoritnya burger
sama french fries wicis tinggi kalori dan garam, tapi di sisi lain miskin vitamin dan mineral.
Sudah begitu, minuman primadonanya coke,
gulanya banyak euy. Lagi-lagi kaloriiiii...
Bagaimana dengan Indonesia?
Di negara kita
tercinta ini, pendidikan gizi jelas belum menjadi bagian penting. Kurikulum
pendidikan dasar belum mengajarkan ilmu gizi sebagai bagian yang terintegrasi.
Di saat negara-negara maju sudah menggalakkan program school lunch, anak-anak sekolah di Indonesia masih terngiang-ngiang
dengan poster gizi “zaman purba”:
4 sehat 5 sempurna
Duh ileeee, padahal
paradigma itu sudah usang dan kadaluarsa. Sekarang ini, harap dicatat ya
bukibuk, semboyan kita ialah:
GIZI
SEIMBANG
Apa bedanya? Antara
lain, dulu, anggapannya ialah asupan kita dikatakan lengkap terpenuhi jika
sudah minum susu. Sementara dalam paradigma gizi seimbang, yang terpenting
ialah komposisi dan jumlahnya. Whether
mo minum susu apa enggak, yang jelas asupan kita sekurang-kurangnya mencakup
sumber karbohidrat, protein, lemak, serta vitamin dan mineral dalam porsi
yang cukup. Gitu aja.
Well, soal mazhab 4
sehat 5 sempurna yang masih dianut itu, bener loh anak-anak sekolahan masih
meyakini itu. Hal ini terbukti ketika saya menjadi fasilitator program Dokter
Kecil Mahir Gizi (DKMG) di Tana Toraja sekitar akhir tahun 2016 lalu. Sebelum diedkukasi, anak-anak di sana masih menggaungkan semboyan 4sehat 5 sempurna.
Sekedar
info, DKMG menurut saya adalah salah satu program yang keren dalam upaya
membangun kesadaran untuk membiasakan pola makan sehat di lingkungan siswa
sekolah dasar. Dalam program ini, beberapa anak yang dipilih sebagai dokter
kecil anak menjalankan berbagai kegiatan mulai dari pengukuran status gizi
siswa, penyuluhan kepada siswa, petugas kantin bahkan orang tua siswa, sampai
segala rupa upaya inovatif dalam rangka kampanye pola makan sehat itu tadi. Cakep banget pokoknya!
dokcil SDN 5 Makale Tana Toraja sedang sosialisasi menu seimbang |
pameran makanan oleh dokcil dan siswa SDN 6 Makale Tana Toraja |
Kampanye makan sehat oleh dokcil SD Krsiten Makale 1 Tana Toraja |
makan siang bersama, SD Katolik Renya Rosary Tana Toraja |
Dan pada akhirnya saya
pun menyadari, untuk memulai dan menyukseskan niat baik semacam ini, diperlukan
kerjasama semua pihak, mulai dari pemerintah, sekolah, orang tua, dan tak lupa
pula kamu-kamu yang jomblo merana. Oh tentu saja, memikirkan hal ini jauh lebih penting
ketimbang memikirkan kapan kesendirianmu akan usai. Percayalah sebuah pesan
berikut:
SEMUA AKAN MENIKAH PADA WAKTUNYA... (uhukk)
Terakhir, remember this, karena ini penting...
Untuk urusan training membangun mindset pola makan sehat di sekolah or something's like that, gak usah repot-repot nyari ke sana ke mari. Call gue aja, I'm expert and available kok. hahahhahahhaha.
Silakan ajukan request via email, fesbuk, atau lewat telepati.
Sekian. Hatur tengkyuuu...
Sering-sering mampir ke sini yaaakkk ❤️💋😃
ini kampanye gizi...apa kampanye jomblo?
BalasHapusDua2nya kak... Jomblo harus dikampanyekan biar laris. Hahah
Hapussetuju! nutrition education sama promosi gizi penting banget sayang nya program2 promosi gizi kayak dokter kecil mahir gizi bahkan 1000 hari kehidupan mostly disponsori perusahaan susu which is bisa aja menyebabkan mispersepsi dikemudian hari.
BalasHapusNah, itu PR!
Hapus